CINTA SEJATI ITU
1
Tenang, sesekali terdengar decitan burung berkicau tatkala siang.
Mega putih bertaburan di bawah tirai biru yang terbentang. Sinar mentari yang terik menyepuh atap-atap gedung pencakar langit. Cahayanya yang keemasan memberi pancaran cinta tak berhingga pertanda agung kebesarannya.
Sementara itu, pohon atsi berjejer rapi didepan salah satu gedung perkantoran kota Bandung, disebelah kirinya taman yang sejuk& asri ditumbuhi rerumputan serta tanaman-tanaman expor impor yang yang juga di tanam di sana. Di tengah taman itu, di bangun kolam air yang cukup luas dengan dilengkapi patung manusiayang tengah memancarkan air tak henti-hentinya.Sinar mentari kedalam gedung begitu terik, memantul menuju tiap-tiap lorong ruangan gedung tersebut yang saat itu tengah sepi karena seluruh pegawai tengah berada di jam makan siang.
Hanya desir angin yang sesekali terdengar,detakan jarum jam berputar mengiringi kisah di tiap detik permukaan alam.
“Itu semua sudah cukup untukku Kak, Aku tak bisa menerima semua.
Semua itu terlalu pahit..”tiba-tiba suara itu terdengar dari dalam ruangan-ruangan yang berjejer panjang berdampingan.
“Jikalau benar kakak mencintaiku, lupakan saja aku agar aku bisa bahagia dengan dengan pendamping lain, lagi pula aku tak bisa bersamamu dengan keadaan seperti ini”
“Sebegitu mudahkah kamu melupakanku hingga dalam rentang waktu sebentar pun kamu telah menemukan pendamping lain..
Apa yang harus aku lakukan untuk meyakinkanmu?”
“Tak ada yang perlu di yakinkan, semua bukti telah mengarahkan bahwa kakak telah bermain gila bersama wanita lain selagi aku berpaling.” Ujarnya tegas.
“tidak Zulfa tidak,aku memang pergi ke Bali,tapi disana aku bukan bermain-main ataupun bersenang-senang,aku bersumpah..
Aku hanya mengerjakan suatu proyek disana..”
“sudah Kak..semua tidak akan merubah keyakinanku yang sudah bulat.lagi pula aku sudah bertunangan dengannya.”
“Zulfa aku mohon..” laki-laki bernama Firza itu memelas belas kasihan, tangannya yang bersih, menggenggam jemari Zulfa yang lembut.
“sekali lagi, tidak….”ujar Zulfa
Tiba-tiba suara keras terdengar, suara itu berasal dari pintu yang menggebrak dinding kantor “bagus sekali Zulfa,ternyata kamu masih berhubungan dengan dia??”
Zulfa dan Firza menoleh kaget, Adbi memandang mereka dengan amarah yang begitu memuncak. Ia menggelengkan kepala & kemudian pergi…
“Mas Adbi dengarkan saya, saya tak ada hubungan apapun dengan dia Mas..”
“Dia tak dengar Zulfa,dia telah pergi..
Jadi dia tunanganmu??”
Zulfa menunduk, pandangannya kabur,matanya mulai berair..
Dia termenung lalu berkata “puas?? kamu sudah puas?? atau masih belum puas?? silahkan hancurkan aku untuk ketiga kalinya, jangan sungkan.. ”
“Kamu berkata apa? aku tak mengerti. jangan katakan itu padaku Zulfa..”
Zulfa menghembuskan nafas panjang dan berucap “ Adbi adalah tunanganku dan untuk kesekian kalinya kamu hancurkan lagi..
Aku benci kamu..”
Zulfa menarik ulur kursi kerjanya, ia membuang muka jauh-jauh dari pandangan Firza.Tetes demi tetes air, mengembun di sela-sela rona mata Zulfa yang indah, kemudian membasahi baju kerjanya yang berwarna nila keemasan dengan rok pendek dan dasi penghias di dadanya. Sepertinya ia sangat terpukul…
“Baik, baik aku minta maaf, aku telah mengganggu waktu kerjamu, aku megganggu hari-harimu, bahkan aku menghancurkanmu..
Satu hal yamg harus kamu tau, aku kecewa padamu. Sampai jumpa..”
Sepatu kulit Firza mulai berputar haluan meniggalkan ruangan yang baru ditempatinya saat itu.Zulfa menoleh, Ia terdiam..
****
Sesampainya dirumah Firza terenyuh..
Ia masih mengingat kejadian-kejadian yang baru saja ia alami. Ia tak bisa terkonsentrasi penuh pada pekerjaannya, sehingga ia merasa sebagai pimpinan direksi untuk pekerjaannya kini menjadi sedikit terbengkalai.
Dalam ruangan kamar yang cukup luas ia menyendiri, ia memandangi satu persatu foto yang terpajang rapi di dinding kamar, sesekali ia tersenyum mengingat saat-saat indah yang dilewatinya bersama Zulfa dulu, yang di abadikannya lewat foto-foto di dinding kamarnya itu.
Ia menolehkan wajahnya ke langit-langit& berkata dalam hati..
“Mungkin Zulfa benar, aku tak boleh mengganggunya lagi walau aku masih mencintainya dan meski aku tak bersalah sedikit pun juga.
Lebih baik aku minta maaf pada Adbi, rekan kerjaku..
Ya, aku harus pergi ke kantornya sekarang & jelaskan semuanya.”
Ia pun beranjak dari atas ranjangya & pergi..
Tatlaka sampai ia berjalan menuju ruang direksi, ia melihat seorang recepcionist yang tengah sibuk menerima telepon dari para klien.
“Permisi Mbak, saya ingin bertemu dengan Adbi Wiratmaja. Bisakah??” Ujarnya mengawali perbincangan.
“mohon maaf Pak, beliau sedang sibuk didalam. mungkin bapak bisa menemuinya di waktu lengang lain.”
“Tapi Mbak, bukankah ini adalah jam istirahat, saya harus bisa menemuinya dengan segera. Ini penting..”
“Sekali lagi maaf Pak, saya tidak bisa.” Ucapnya dengan kukuh.
“Anda recepcionist baru ya disini??”
“Benar Pak, Lebih baik bapak menemui Pak Abdi di lain waktu.
Saat ini beliau sedang mengadakan rapat dengan orang yang memiliki setengah bagian dari perusahaan ini.”
“Sepertinya anda tidak terlalu pintar untuk membohongi saya. orang yang anda maksud barusan adalah saya, jadi biarkan saya masuk kedalam atau kamu saya pecat..”
Gadis itu terdiam, Firza dengan sesegera masuk kedalam ruang direksi & membuka pintunya. Alangkah kagetnya ketika melihat pemandangan yang tak senonoh, Adbi tengah bercumbu dengan wanita yang entah itu siapa.Firza dengan cekatan mengambil ponselnya, ia mengabadikan peristiwa itu lewat video di handphonenya.Sialnya ia terjatuh..iapun lari dengan kencang,namun Adbi melihat dan mengejarnya,Firza tertangkap dan Adbi berkata..
“Kenapa Firza,kau akan katakan kejadian ini pada Zulfa?
Saat ini aku menang. sayang sekali Zulfa mau mendengarkan perkataanku, dan ia percaya bahwa kaulah yang bermain wanita di Bali itu. Dia percaya pada akal busukku dan rencanaku untuk memisahkan kau dengannya berhasil total”
“Apa?? jadi kamu merencanakan semua ini?? terima ini..”
Ujar Firza sambil menjotos kepala Adbi dengan keras, hingga ia terlempar..
Namun Adbi tak terima hingga ia mengambil senjata dari sakunya dan menembakannya pada Firza hingga tertembus pada tangannya. Suara ledakan itu cukup keras, Adbi pun was-was dan meninggalkan Firza yang kemudian tak sadarkan diri.
****
Dengan sesegera mungkin Adbi keluar dari kantor, lalu ia kendarai mobilnya dengan kencang, sembari memutar stir dengan fikirannya yang sedang kacau.
“Aku harus segera menemui Zulfa, sebelum ia tau semua perbuatanku.
Aku harus memilikinya secepat mungkin, agar aku bisa menikah dengannya dan memiliki semua yang dimilikinya,termasuk harta kekayaannya.”Ujarnya.
Tatkala sampai, Adbi berlari terengah-engah menuju ruangan dimana tempat Zulfa bekerja.Saat itu, Adbi melihat Zulfa tengah memilah lembaran-lembaran kertas, sepertinya Zulfa tengah sibuk memilih produk baru yang paling bagus untuk diproduksikan dalam waktu dekat ini.
“Zulfa..” sapa Adbi
Zulfa melirik dan kemudian tersenyum, ia membereskan lembaran-lembaran kertas di tangannya sambil berkata..
“Mas,sudah tidak marah lagi pada saya??”
“Tidak Zulfa ku mencintaimu, mana mungkin aku marah padamu.
Zulfa, aku ingin katakan sesuatu, aku ingin kita menikah dalam waktu dekat ini..”
“Apa?? Tidak mungkin mas, lagi pula aku masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan dulu.”
“Ayolah Zulfa, aku merencanakan bahwa aku ingin menikah denganmu dalam waktu sekitar 1 minggu lagi”
“Mas, mana mungkin bisa secepat itu, lagi pula aku masih harus menyelesaikan pekerjaan dan bagaimana pula dengan persiapannya?? ”
“Sesederhana mungkin Zulfa, aku mohon..
Aku mohon sekali..”
Zulfa mengerutkan dahi, ia heran dengan sikap Adbi yang tiba-tiba berubah.
“Zulfa, aku ingin hari ini hanya hari untuk kita berdua,tak boleh ada sesuatu apapun yang menghalangi kita. Aku ingin pergi mengajakmu ke tempat yang begitu indah. Aku ingin memilikimu seutuhnya.. ”
Zulfa mulai terlena dengan kata-kata Adbi, Adbi menggenggam tangan Zulfa, Zulfa sepertinya merasa sangat terharu & tanpa ia sadari bahwa saat itu Firza tengah tak sadarkan diri & telah di bawa ke rumah sakit..
****
Satu minggu telah berlalu tatkala kejadian itu terjadi..
Firza masih terbaring di rumah sakit karena lemah, infusan masih tertempel di organ tubuhnya, suasananya begitu hening. Tatkala itu, ia di temani ibunya tercinta, ibunya tengah khusyuk membacakan ayat-ayat suci al-qur’an di samping tempat tidurnya. Makanan telah disediakan, tapi sepertinya ia tak hiraukan.
“Ibu..” Ujar Firza lirih
“Iya anakku..”
“Apakah ibu sudah hubungi Zulfa & memberitahukan keadaan saya sekarang??”
“Sudah anakku, tapi sampai saat ini dia belum datang menjengukmu.”
“Dia harus tau Bu, bahwa Adbi itu berbuat curang padanya, dia harus tau..”
“Sudahlah Nak, jangan dulu fikirkan itu. Fikirkan dulu kesehatanmu..”
“Tapi Bu..” Paksa Firza yang saat itu masih dalam keadaan lemas.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu, ibunda Firza dengan gesitnya membukakan pintu. Seorang gadis datang, di genggamnya mawar putih pada tangan kanannya, tangan kirinya meraba-raba rok pendek yang di kenakannya, pandangannya begitu dalam, matanya berbinar menatap dengan penuh seksama. Ia mendekat,kemudian duduk di samping kepala Firza.
“Assalamu alaikum..” Sapanya mengawali perbincangan
“Waalaikum salam.. Zulfa, kenapa kamu baru datang menjengukku??”
“Maaf Kak, kemarin saya tengah sibuk mengurusi proyek baru saya yang akan saya edarkan secepat mungkin & kemarinnya lagi saya sibuk mempersiapkan resepsi pernikahan saya dengan mas Adbi dalam waktu dekat ini.” Ujarnya, dia menundukan kepalanya sepertinya ada suatu beban berat yang di tanggungnya.
“Zulfa, apakah kamu yakin akan menikahi Adbi? Kamu harus tahu sesuatu..”
“Apa itu Kak??” Tanya Zulfa
“Ini dia video yang saya ambil di kantor tempat Adbi bekerja. Dia juga mengatakan pada saya bahwa sebenarnya dia merencanakan rencana busuk yang menuduh saya bermain dengan wanita lain di Bali untuk membuat kita terpisah & agar dia bias menikah denganmu..”
Zulfa mengambil ponsel Firza, kemudian melihatnya..
Ia sedikit tercengang, tubuhnya mulai terlihat kaku, ia mengepalkan tangannya sekuat tenaga.
“Dari mana kakak tau??” Ujarnya
“Dia mengatakan sendiri pada saya. Sepertinya, hal yang paling ia sesalkan sekarang ini adalah tidak menembakku hingga aku mati.” Jelas Firza
“Maksudnya??”
“Zulfa, aku terbaring di rumah sakit ini karena Adbi menembak tangan kiriku hingga tembus dalam kulitku, kenapa dia menembakku?? Itu karena aku dengan sengaja mengambil gambar video itu, kamu sama sekali tak tau??”
“Mas Adbi tidak menceritakan itu padaku Kak, dia sangat licik..”
Zulfa mulai terlihat murka, matanya mulai memerah, ia menitikkan air matanya, Firza membelai lembut tangan Zulfa dengan tangan kanannya.
“Kamu masih yakin akan menikahinya??”
“sepertinya tidak..
Kak.. kita harus laporkan dia ke kantor polisi..”
“Kamu yakin??”
“Saya yakin Kak..
Saya akan batalkan pernikahan kita, saya tidak akan pernah sudi menikah dengannya.”
“Sekarang kamu percaya pada saya??”
“Tentu..” Ucap Zulfa
“Saya berjanji Zulfa, saya akan menikahimu..”
“Itu tidak mungkin Kak..”
“Kenapa tidak mungkin??”
“Itu sangat tidak mungkin Zulfa, kita Saling mencintai, kamu sudah percaya padaku. Lalu apa yang tidak mungkin?? ” Tanya Firza dengan serius
“Karena Adbi telah menghamiliku..” Zulfa menangis, ia terisak-isak oleh beribu-ribu permasalahan yang dihadapinya, ia menangis sejadinya.
“Apa??” Firza terhenyak, ia melepaskan genggamannya
“Kakak masih yakin akan menikahiku??”
Firza terdiam, bibirnya kelu, ia terdiam beribu bahasa. Saat itu ibundanya sedang tak ada dari saat Zulfa masuk ruangan rumah sakit, ibunya keluar untuk menanyakan resep-resep obat pada dokter.
“Kakak berubah fikiran untuk menikahiku??” Tanya Zulfa
“Tidak, aku takkan berubah..” Ujarnya
“Kakak katakan apa, aku sedang hamil..”
“Aku takkan berubah..
Aku akan menikahimu, aku berjanji..”
2
Waktu bergulir tanpa henti, hari demi hari silih berganti, rentang waktu yang lama tak terasa terus bergulir seiring aktifitas manusia yang seolah tak mempedulikan waktu dengan mensetarakan hari setelah tuanya.
Tak terasa 9 bulan telah berlalu, Firza menantikan kelahiran bayi Zulfa sang calon istrinya walau pahit. Zulfa mencoba beribu-ribu kali membujuk agar Firza mau membatalkan rencana itu, namun Firza tak hiraukan, Ia tetap kukuh mempertahankan kesetiaan cintanya untuk Zulfa.
Sementara itu, Adbi telah mendekam di jeruji besi, ia telah dilaporkan ke kantor polisi berbulan-bulan lalu, & divonis bersalah hingga ia harus terpenjara selama 2 tahun.
Akhirnya waktu yang telah dinanti-nantikan Firza telah tiba, Zulfa melahirkan seorang bayi laki-laki. Penghulu, saksi dan orang tua kedua mempelai telah dipersiapkan, ijab Kabul pernikahan dikumandangkan dalam suasana yang begitu mengharukan. Zulfa kelihatannya begitu letih, tatkala itu sang jabang bayi belum di penampakan pada khalayak dalam ruangan rumah sakit, bayi itu tengah di periksa kesehatannya oleh dokter kandungan.Akhirnya Zulfa dan Firza resmi menjadi pasangan suami istri, mereka berdua tampak begitu berbahagia, senyum terus merekah di bibir keduanya. Firza tak lagi sungkan menatap wajah cantik Zulfa yang saat itu masih terbaring lemas, Zulfa tersipu malu. Kemudian dokter memanggil orang tua Zulfa untuk memperbincangkan sesuatu di luar ruangan itu. Tak berapa lama kemudian mereka kembali, dokter dan orang tua Zulfa terlihat begitu lesu..
“Zulfa, Firza.. selamat berbahagia atas pernikahan kalian ” Ucap dokter
“Terima kasih dok, kami begitu bahagia..
Saya tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya..” Ujar Firza
“Baguslah, namun saya ingin membicarakan sesuatu yang penting, khususnya untuk kalian berdua..”
“Apa itu Dok?? ” Kata Zulfa yang pada saat itu masih terlihat lemas
“Kalian benar-benar siap mendengarnya??”
“Ya tentu Dok, lantas apa??” Dokter terdiam, sepertinya dia masih merancang kata-kata untuk di sampaikannya pada seluruh penghuni ruangan rumah sakit saat itu.
“sebenarnya saya tidak tega, tapi baiklah akan saya beritahukan..
Begini, barusan ada yang menelepon saya untuk memberitahukan berita duka pada kalian..
Emmh.. Semua orang disini mengenal sosok Adbi??”
“Tentu Dok, lantas apa yang sebenarnya terjadi??”
“Adbi telah meninggal dunia, ia ternyata mengidap penyakit berbahaya yaitu HIVAIDS..” Ujar dokter tersebut, yang lebih dikenal dengan nama Raffi.
“Benarkah Dok??” Ucap Firza tak percaya
“Benar, dan lebih beratnya lagi, karena hal buruk itu kalian juga harus terkena imbasnya..”
“Mengapa Dok??” Ujar ayah Firza yang terbelalak tak percaya
“Karena bayi yang di kandung Zulfa, beserta ibunya pun ikut tertular penyakit itu ”
“Apa?? Jangan katakan..” Dengan serentak Zulfa menangis, ia tak kuasa membendung kepedihan yang harus dipikulnya seberat ini.
“Dan ada hal lain yang harus kalian tau juga..
Bahwa karena bayi yang di kandung Zulfa tidak sanggup untuk menahan penyakit, di karenakan system imunnya yang tidak aktif karena AIDS hingga bayi tersebut tidak memiliki system metabolisme yang baik, menyebabkan bayi tersebut juga meninggal dunia..”
Zulfa sangat terkejut, ia menganga tak percaya tangisnya semakin menjadi-jadi, ia berteriak dan Firza menenangkanya walau pada saat itu fikirannya pun tengah kacau dan ia pun berkata..
“Itulah sebabnya bergonta ganti pasangan tanpa status yang jelas..” Firza berkata geram
Dunia Zulfa kembali menorehkan catatan kelam, tetes-tetes air mata yang terus mengalir dalam kelopak matanya seolah tak berarti sama sekali. Ia merasa kini tengah berada dalam ngarai kegelapan, hanya cahaya hati yang masih menuntunnya , hingga ia masih bertahan..
****
Beberapa hari tatkala kejadian itu terjadi, Zulfa dan Firza makin membiasakan diri hidup dalam suasana terhimpit apapun. Mereka kini telah tinggal dalam satu atap dalam bahtera rumah tangga. Zulfa kini tak menjalani kehidupannya seperti dulu, ia kini menjadi ibu rumah tangga seutuhnya tanpa mengurusi pekerjaan kantor dan ia serahkan semua pekerjaannya itu pada adiknya.yang telah lulus menjadi sarjana s3 dan menjadi sarjana lulusan terbaik di Universitas Indonesia Jakarta. Jauh halnya dengan Firza, ia masih menjalani aktifitas sehari-harinya seperti dulu yakni menjadi direktur utama salah satu perusahaan ternama di kota kembang, Bandung.
Tatkala siang berlalu, Zulfa tengah sendiri menonton televisi di ruang tengahnya. Ia memencet-mencet tombol remote dari kejauhan, kemudian mengambil majalah dari samping kanan sofanya. Ia membaca-baca majalah itu sekilas kemudian meletakkannya kembali.
“Assalamu alaikum istriku..” Sapa seseorang yang tiba-tiba datang dariarah pintu ruang tamu
Waalaikum salam.. Kak, sudah pulang?? “
“ya istriku, aku ingin cepat pulang agar bisa cepat menemuimu”
“Iya suamiku..
Sekarang suamiku mandi dulu, air hangatnya sudah Zulfa siapkan, begitu pun dengan bajunya, Zulfa juga siapkan baju hangat special untuk suamiku tercinta..”
“Terima kasih..” jawab Firza
“Nanti kita makan malam bersama ya, saya telah menyiapkan soto jamur makanan kesukaan kakak..”
“Iya istriku, sekali lagi terima kasih atas semua kebaikanmu..”
Zulfa tersenyum manis, Firza kemudian beranjak menuju kamar mandi di rumahnya. Setelah selesai makan malam, Firza dan Zulfa pergi ke kamarnya. Seluruh pembantu rumah tangga telah terlelap di kala itu, kecuali Pak satpam yang masih berjaga-jaga di posnya. Saat itu waktu telah menunjukan pukul 20.48, suasananya begitu sepi hanya tasbih semesta yang terdengar mengalun lembut dalam kelingan.
Malam tak pernah jera menyelimuti ruang kehidupan, bintang-bintang bertaburan menemani rembulan yang tengah letih tersandar di ufuk timur. Kedamaian suasana kala itu begitu terasa, Firza membuka jendela kamarnya ia menarik nafas keluar sedalam-dalamnya kemudian kembali masuk sembari menutup jendela kamarnya.
“Kak..” Ujar Zulfa
“Iya Zulfa, ada apa??”
“Kak yakin bisa menjalani rumah tangga bersama saya dalam keadaan seperti ini??”
“Kenapa kau ragukan rasa cintaku Zulfa aku akan kecewa jika kau katakan hal semacam itu..”
“Tapi Kak, saya tidak bisa memberikan apa-apa pada kakak..
Kakak tau sendiri keadaan saya sekarang ini..”
“Saya mencintaimu bukan berarti saya harus sepenuhnya mencintai fisikmu Zulfa, dengan kamu memberikan sikap terbaik untuk suamimu ini pun aku akan sangat bahagia..”
‘‘tapi orang tua kakak bagaimana? Apakah mereka berubah fikiran dengan semua yang terjadi padaku??’’ Tanya Zulfa
“Tidak, beliau menyerahkan semua keputusan itu padaku..
Sudahlah Zulfa aku mencintaimu..”
“Aku juga Kak..”
Firza menggenggam tangan istrinya dan hendak mengadukan bibirnya pada kening Zulfa, namun Zulfa berkilah..
“Jangan Kak..” Ujarnya, lalu ia membaringkan dirinya ke atas kasur. Firza pun membatalkan itu, lalu ia pun tertidur..
****
Di hari berikutnya, seperti biasa Firza pulang ke rumahnya pada pukul 19.30 malam. Namun berbeda, di malam itu ia tak melihat Zulfa yang biasanya sedang memfokuskan matanya untuk menonton televisi, dia pun beranjak menuju meja makan, menu makan malam telah disiapkan dengan seindah mungkin, begitupun halnya dengan air hangat, sudah tersedia berikut peralatan mandi lainnya.
Firza keheranan, ia mencari Zulfa ke dalam seluruh sudut ruangan rumahnya, akhirnya ia menemukan sang permaisuri hatinya tersebut, tengah terlelap di pembaringan, Firza menatapnya lalu ia pasangkan selimut agar istrinya itu bisa tidur lebih nyenyak lagi.
Selesai makan malam dan mandi, Firza menuju ruang kerjanya ia terdiam dan berkata dalam hati
“Mungkin aku harus tidur disini, agar saya tidak menyentuh Zulfa dan mengulang kembali hal buruk yang dapat terjadi..
Oh tuhan, kuatkanlah hamba dalam menerima semua ujian ini..
Kuatkanlah hati hamba, hamba mencintai istri hamba tapi tak pernah bisa hamba miliki seutuhnya..
Buatlah hamba menjadi seseorang yang tegar tuhan..” Ujarnya.
Firza menitikan air mata, ia mencoba menahan semua penderitaannya, namun semakin ia coba lupakan semakin deraslah air mata yang mengalir di pipinya, hingga ia mengatupkan mata di meja kerjanya dan terlelap dengan posisi tangan menyilang tertindih oleh kepala, di pinggirnya berkas-berkas kantor terjajar rapi, komputer masih menyala. Cahaya bulan menembus jendela menyinari ruang hampa dalam goresan tinta hitam kehidupan Firza saat ini. Sebuah pertanyaan mulai menggelayut dalam hati, apa makna dibalik semua ini??
3
Waktu berlanjut, mentari kembali muncul dari peraduan, burung-burung bersorak sorai tatkala aurora merah bertebaran di seluruh penjuru langit, mereka meramaikan suasana pagi itu, ditambah pucuk dedaunan yang basah karena embun tak ingin ketinggalan menyaksikan suasana dalam keajaiban jagat tersebut.
Di hari itu, Zulfa sibuk menyiapkan penganan hangat untuk suaminya sebelum berangkat ke kantor, tak lama kemudian Firza turun dari tangga, di tangan kirinya yang telah sembuh dari luka tembakan ia merapi-rapikan dasi hitam putih yang dikenakannya dari sejak beberapa waktu lalu, tangan kanannya menggenggam tas yang berisi berkas-berkas kantor serta dokumen-dokumen penting lainnya. Ia menatap Zulfa dari kejauhan, tatkala sampai di ruang makan Firza menyambut Zulfa dengan hangat.
“selamat pagi istriku..” sapa Firza.
“selamat pagi juga suamiku..”jawab Zulfa mesra.
Firza kemudian menarik ulur kursi makan, lalu ia mengunyah roti tawar yang terletak tak jauh dari pandangannya.
“kak, malam tidur dimana?”tanya Zulfa.
“saya semalam tidur di ruang kerja, sekalian mengerjakan pekerjaan kantor yang belum sempat saya kerjakan”
“emh..begitu..
Kak, Zulfa ingin katakan sesuatu. Bolehkah?”
“tentu, memangnya ada apa?”
“begini, saya ingin punya guru ngaji kak. Saya ingin menjadi orang yang lebih religius..!”
“baguslah kalau begitu, seharusnya hal seperti itu tak perlu diberitahukan kepada saya” ujar Firza.
“bukan itu masalahnya kak..”
“lantas?”
“Saya ingin mencari guru ngaji yang terbaik yang saya akan pilih sendiri kak, saya tidak ingin asal dalam memilih guru pengajian pribadi untuk saya..”
“Ya sudah kalau begitu, apa yang harus di permasalahkan..”
“Begini Kak, jikalau saya pergi mencari guru ngaji, berarti saya harus meninggalkan kakak sendiri dulu.. ”
“Maksudnya??” Tanya Firza heran
“Saya akan meninggalkan rumah ini dalam sejenak waktu. Namun, jikalau saya telah mendapatkan guru ngaji yang terbaik saya berjanji akan segera kembali kesini..”
“Kenapa tidak mencari sambil diam di rumah ini saja Zulfa, saya tidak izinkan..”
“Hanya untuk sebentar waktu saja..”
“Tidak..” Jawab Firza singkat
“Aku mohon Kak, aku mohon..” Zulfa meringis
“Itu tidak mungkin Zulfa, bagaimana kalau kamu sakit, siapa yang akan mengurusmu, bagaimana dengan aku?? Kau tak fikirkan keadaanku??”
“Ayolah Kak..
Demi saya..
Hanya sebentar saja..”
Firza menatap wajah Zulfa yang penuh ketulusan, sepertinya ia mulai iba pada Zulfa, Zulfa memohon..Firza terdiam sejenak sembari berfikir.
“Baiklah..
Tapi dengan satu catatan..
Jangan terlalu lama.”Ujarnya
“Terima kasih Kak..”
Setelah itu Firza melakukan kegiatan rutinya di kantor.
Ia begitu sibuk hingga tak terasa, Waktu pulang pun telah tiba..
Tatkala datang ia tak melihat istrinya, di seluruh sudut rumahnya, namun ia maklumi karena Zulfa telah mengirim pesan singkat lewat sms yang mengatakan bahwa dia telah berangkat untuk mencari guru ngaji terbaik yang ia katakan tadi pagi.
Dari sejak malam itu Firza sendiri, ia melakukan setiap hal tanpa istrinya. Makan, tidur, bercengkrama, mengerjakan tugas kantor, tanpa ditemani sosok Zulfa, sang istrinya tercinta.
****
Waktu terus bergulir, Firza menantikan kehadiran Zulfa kembali tiap detiknya, namun telah berbulan-bulan berlalu, Zulfa tak kunjung datang. Sesekali hanya ada kabar lewat pesan singkat atau telepon saja yang ia dapatkan. Ia rindukan Zulfa, ia amat merindukan Zulfa.
Orang tua Firza mulai khawatir dengan keaadaan anaknya, mereka sadari bahwa kini anaknya benar-benar tengah berada di dalam lembah permasalahan tiada henti, berkali-kali mereka mengatakan kepada Firza untuk mencukupkan pernikahan yang terus mengoyak batin itu. Namun beribu-ribu kali pula Firza menolak ajakan orang tuanya. Ibunda Firza sesekali pernah mengatakan
“Nak..kau inginkan apa dari pernikahanmu ini??
Ibu khawatirkan keadaanmu..
Kamu mau menyempurnakan penikahanmu lantas kamu juga terkena HIV?? Ibu tidak akan rela kalau hal itu terjadi..
Atau kamu akan diam saja tanpa menyempurnakan pernikahanmu, kamu akan tersiksa anakku..”
Jika hal itu terus dikatakan ibundanya, Firza selalu menjawab..
“Saya yakin Bu.. Zulfa pasti sembuh..
Saya pasti akan bantu penyembuhannya.” Ujarnya dengan penuh keyakinan.
Begitulah Firza tatkala Zulfa pergi, cinta sejati yang ia yakini tak menghapus sedikitpun yang tumbuh dalam dirinya, walau berjuta masalah datang silih berganti.
Hingga pada suatu malam, amarahnya benar-benar sedang dalam puncaknya.
Firza menangis sejadinya, ia berteriak..
“Tuhan..
Cukupkanlah semua ini..
Saya tidak akan pernah sanggup..”
Ia lalu bersujud dengan air matanya yang terus berderai
“Atau bunuh saja aku tuhan..
Saya begitu mencintai Zulfa, tapi kenapa semua begitu berat..
Saya tidak sanggup..”
Air matanya terus berlinang tanpa henti, rintihan-rintihan terus keluar dari dalam mulutnya. Ia menjerit lalu menadahkan kedua tangannya ke langit-langit dan kembali bersujud, ia melakukan itu semalaman hingga pagi menjelang..
Wajah Firza semakin pucat, matanya membengkak karena ia menangis semalaman, ia tidak bekerja di hari itu, ia beralasan sedang sakit karena ia tidak mungkin datang ke kantor dengan keadaan yang seperti itu.
Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi, Firza terbaring lemas di atas sofa, matanya tertutup karena rasa kantuk yang menderanya. Seseorang mengetuk pintu, dengan sesegera pembantu rumah tangga membukakan pintu, 2 gadis berkerudung masuk kedalam rumah megah itu, mereka berdua mengucapkan salam. Firza terbangun, ia terkejut tatkala ia melihat Zulfa kembali pulang dengan seorang wanita yang entah itu siapa.
“Kak..” Sapa Zulfa
Firza terdiam, ia membuang wajahnya jauh-jauh dari pandangan Zulfa.
“Maafkan saya Kak, jika saya pergi terlalu lama..
Saya minta maaf..
Ini dia Iklila, guru ngaji yang saya cari-cari itu..” Ujar Firza sambil memperkenalkan seorang wanita yang berada tepat disampingnya.
“Dia akan tinggal disini dan mengajari saya sampai pandai dalam beragama” Tuturnya lembut, namun Firza tetap terdiam, Zulfa dengan sontak membungkukan kakinya, ia menangis dan mengiba pada Firza sembari mencium punggung tangan suaminya itu.
“Saya mohon maaf..
Saya meninggalkanmu terlalu lama..
Saya mohon maaf Kak..”
Zulfa berkata dengan penuh penyesalan. Kemudian Zulfa nendekap tubuh suaminya Firza menitikkan air mata namun ia tetap terdiam..
Firza tetap terdiam duduk di atas sofa, seharian ini ia tidak melakukan hal lain selain duduk terdiam dan melayangkan fikirannya jauh-jauh dari alam sadarnya. Hingga petang pun tiba, dan sedikit demi sedikit ia merubah sikapnya, tatkala itu Zulfa tengah membaca ayat-ayat suci al-qur’an di dalam kamar, karena rasa rindu Firza yang teramat dalam pada Zulfa akhirnya ia menghampiri Zulfa, ia hendak membuka pintu kamarnya, namun ia batalkan. Ia hanya diam di mulut kamar sambil mendengarkan Zulfa melantunkan ayat-ayat suci. Suaranya begitu lembut mengalun, tiap makhrajnya begitu jelas dan nada melafalkan al-qur’annya pun begitu fasih.
“Inilah wanita sholehahku..” Ujar Firza dalam hati sambil melinangkan air matanya. Firza terus mendengarkan Zulfa membaca al-qur’an, namun hingga saat pertengahan ayat suara itu terhenti..Firza keheranan, beberapa lama ia tunggu namun suara itu tak juga kembali terdengar. Firza membuka pintu kamarnya, alangkah kagetnya ia ketika ia melihat Zulfa tergeletak tak berdaya dengan kedua tangan yang tengah memeluk al-qur’an, ia setengah berlari ketika melihat keadaan Zulfa, ia memeriksa detak nadinya dan terus mendeteksi hingga ia katakan..
“Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun..”
Ia tersentak dan berteriak..
“Tolong, semua yang ada dirumah ini tolong..”
Kemudian semua orang mendatangi jasad Zulfa yang setengah melengkungkan bibir tanda bahagia, semua mendelik tak percaya, sebagian di antara mereka bahkan menitikkan air mata.
Lalu Iklila dengan tenang berkata ”Bolehkah kalian tinggalkan saya berdua saja dengan Firza, dan siapkan peralatan-peralatan untuk prosesi pemakaman serta tidak lupa pula kabarkan berita ini pada seluruh orang yang mengenal baik Zulfa” seluruh pembantu, satpam dan sopir langsung menuruti titah Iklila dan meninggalkan mereka.
“Firza, kamu harus tau sesuatu..
Bahwa sebelum Zulfa wafat ia menitipkan sebuah surat untukmu pada saya. Ini dia, bacalah..”
Firza mengambilnya lalu ia membaca surat itu..
“Assalamu alaikum suamiku..
Saya mohon maaf atas kepergian saya yang berlangsung cukup lama, namun dari pada itu sebenarnya saya ingin sampaikan sesuatu..
Bahwa sebenarnya saya meninggalkan suamiku dalam waktu yang cukup lama itu bukan hanya untuk mencari pengajar religi terbaik untuk saya, namun pula didalamnya saya ingin mencarikan calon istri terbaik untuk suamiku jikalau nanti saya tiada..
Bukan mudah untuk mencari seseorang yang sholehah yang haruis saya dapatkan, saya benar-benar harus mengorbankan waktu, jiwa, dan membagi cinta saya untuk suamiku ini hingga pada akhirnya saya temukan Iklila..
Dan ia juga faham akan keadaan saya.
Ia menguatkan saya di kala saya hidup tanpamu Kak..
Sebenarnya saya inginkan dirimu seutuhnya, di kala malam tiba saya selalu menangis..
Saya inginkan semua dari pada kakak, hasrat ini begitu kuat mendera saya..
Namun karena cinta sejati saya yang terlewat besar hingga saya mau menahannya dan saya mampu bertahan.
Tatkala saya menjauh dari kakak dan pergi..
Sebenarnya saya rasa itulah cara yang terbaik agar saya bisa memendam hasrat ini, begitupun dengan kakak, agar hal pahit tak mungkin terjadi.
Semua ini terlampau berat untuk saya tanggung Kak, namun cinta kakak yang begitu nyata, serta seluruh dukungan dari orang yang mencintai saya, itulah yang dapat membuat saya bisa bertahan..
Hingga saya sadari, bahwa allahlah cinta sejati yang harus lebih saya miliki..
Temui aku di syurga suamiku..
Yang Berbahagia
Zulfa”
“Jadi sebenarnya Zulfa ingin menjodohkan saya denganmu??”
“Benar..” Jawab Iklila
“Dan kamu mau saja menuruti perintah istriku??”
“Saya telah mendengar semua tentangmu, seorang suami yang begitu tangguh untuk menjalani hidup walau pahit. Jujur saja, saya sangat mengagumi sikapmu itu, suami seperti itulah yang saya damba-dambakan di dunia ini selama ini.”
“Saya tidak tau, saya mencintai Iklila lebih dari pada diri saya sendiri”
“Kalian pasangan yang begitu serasi..
Namun tentang rencana Zulfa, saya tidak ingin memaksakan kehendak siapapun, karena jodoh itu merupakan takdir allah yang tidak dapat di ubah..”
“Baiklah, lebih baik kita selesaikan kewajiban kita untuk mensalati, memandikan, dan mengkafani serta menguburkan jenazah Zulfa istriku..”
****
Jenazah Zulfa di kafani dengan hati-hati, setelah semua prosesi berlangsung jenazah Zulfa di kuburkan dalam suasana mengharu biru. Semua orang yang menyaksikan menangis, bunga di taburkan pada jasad Zulfa yang terbaring dalam keabadian.
Tatkala selesai, semua orang yang berziarah meninggalkan pusara Zulfa dengan diiringi duka. Namun, hanya Firza dan Iklila yang masih diam dan belum meninggalkan tempat itu. Firza terlihat lesu, ia menoleh pada Iklila yang pada hakikatnya juga memiliki paras rupawan tak kalah dengan Zulfa.
Iklila terus membacakan do’a, tatkala selesai Firza berkata..
“Biarkan aku menikahimu, agar aku bisa belajar untuk lebih mencintai allah sang cinta sejatiku..”
“Kita sama-sama belajar..” Ujar Iklila lesu, sembari mengeriputkan tangannya yang sedikit basah karena air mata mulai berjatuhan dari kelopak matanya.
Udara terasa begitu sejuk, angin berhembus membawa pucuk daun terbangun dari lelapnya, pusara-pusara berjejeran, didalamnya terdapat jiwa-jiwa yang telah menjemput keabadian, sehingga menjadikan sebuah renungan untuk kita semua, bahwa tak ada cinta sejati lain yang kita miliki di dunia ini, melainkan tempat dimana kita semua kembali.